BANDA ACEH | CBNPost – Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh melakukan riset tentang keberadaan dayah sebagai lembaga pendidikan Islam khas Aceh. Penelitian ini dilakukan Dr. Mumtazul Fikri dan Dr. Marzuki Abubakar dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry.
Riset ini didanai organisasi riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (IPSH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga melibatkan dua akademisi INISNU Jawa Tengah, Hamidulloh Ibda dan Moh. Syafi’ yang mulai melakukan pengumpulan data lapangan di Aceh sejak Senin (17/10) dan berakhir pada Rabu (26/10/22).
Berita menarik lainnya: APMDN Gelar Bimtek Sertifikasi Pendamping Desa
Baca juga: Satu Unit Rumah Warga Bandar Terbakar
Dalam pandangan salah seorang tim riset, Hamidulloh Ibda, Aceh merupakan daerah istimewa selain DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Aceh juga merupakan daerah otonomi khusus, selain Papua dan Papua Barat. Dan Aceh menjadi satu-satunya daerah yang menjadi daerah istimewa dan otonomi khusus sekaligus.
“Salah satu keunikan Aceh adalah menjamurnya dayah. Riset ini bertujuan untuk memotret best practice pengelolaan dayah/pesantren yang ada di Aceh,” ujar Hamidulloh.
Dia menambahkan, Aceh selain memiliki Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Aceh juga memiliki: Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan Dayah, dan Majelis Pendidikan Aceh.
“Aceh memiliki berbagai regulasi qanun, termasuk qanun tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Barangkali ini bisa diadopsi oleh Kementerian Agama RI,” ujarnya.
Berita lainnya: Hasil Investigasi TGIPF: Ditembaki Gas Air Mata, Massa Aremania Anarkis
Sementara itu, tim peneliti yang juga dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh Dr. Mumtazul Fikri menambahkan bahwa dayah adalah benteng pendidikan Islam di Aceh.
“Peran yang dimainkan dayah sangat besar. Dayah menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam di Aceh yang mampu bertahan sejak ratusan tahun,” katanya, Sabtu (22/10/22).
Menurutnya dengan keunikannya, dayah menjaga nasionalisme di Aceh. Salah satu contohnya adalah Dayah Darul Ihsan Krueng Kalee, Aceh Besar.
“Abu Hasan Krueng Kalee, adalah tokoh pendiri utama dayah Darul Ihsan. Dayah ini menjadi rujukan para ulama-ulama terdahulu,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Abu Hasan adalah guru dari Syaikh Abuya Mudawaly. Beliau salah satu ulama yang berfatwa Aceh tetap mengakui Soekarno sebagai Presiden RI.
“Dengan pendapat beliau, banyak ulama dan masyarakat Aceh meneruskan pemikiran tentang sufi, politisi dan nasionalisme tersebut yang diteruskan melalui pendidikan di Dayah,” imbuhnya.
Ia juga berpendapat, titah Abu Hasan menjadi hadiah bagi ulama yang mengintegrasikan spirit Islam dan nasionalisme sehingga Islam tetap berjaya sampai saat ini.
Hal senada juga dikemukakan dosen UIN Ar-Raniry, Dr. Marzuki Abubakar bahwa Dayah di Aceh menjadi institusi pendidikan yang sangat dekat dengan masyarakat setelah meunasah sehingga dayah menjadi sangat penting bagi Aceh dalam upaya penguatan syariat Islam.
Sementara itu Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN, Dr Aji Sofanudin menyampaikan BRIN membuka secara luas kemungkinan kolaborasi dengan kampus. Kolaborasi BRIN dan UIN Ar Raniry adalah salah satu contohnya, meskipun masih bersifat personal belum institusional.
“Skema yang ada di BRIN, semuanya terbuka. Apalagi dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, semisal UIN, IAIN, STAIN dan termasuk juga STAKN, STAHN dan lain sebagainya. Skema pendanaan riset di BRIN semua terbuka dan mensyaratkan adanya kolaborasi dengan berbagai pihak,” kata Aji. []
Lainnya: The Aceh Institute Gelar Media Briefing Kawasan Tanpa Rokok